PAI
Konsep Manusia Dalam Al qur’an
Pencipta manusia
Keberadaan manusia di muka bumi ini bukanlah untuk main-main, senda gurau, hidup
tanpa arah atau tidak tahu dari mana datangnya dan mau kemana tujuannya. Manusia yang
merupakan bagian dari alam semesta inipun diciptakan untuk suatu tujuan. Allah menegaskan
bahwa penciptaan manusia dalam firman-Nya surat adz-Dzariyat : 56
Artinya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya merekamengababdi kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat : 56)
Dari
ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa, kedudukan manusia dalam
sistem penciptaannya adalah sebagai hamba Allah. Kedudukan ini
berhubungan dengan hak dan kewajiban manusia di hadapan Allah sebagai
penciptanya. Dan tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada
Allah SWT. Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan
kebutuhan manusia terhadap terhadap terwujudnya sesuatu kehidupan dengan
tatanan yang baik dan adil. Karena manusia yang diciptakan Allah
sebagai makhluk yang paling canggih, mampu menggunakan potensi yang
dimilikinya dengan baik, yaitu mengaktualisasikan potensi iman kepada
Allah, menguasai ilmu pengetahuan, dan melakukan aktivitas amal saleh,
maka manusia akan menjadi makhluk yang paling mulia dan makhluk yang
berkualitas di muka bumi ini sesuai dengan fitrahnya masing-masing.
Secara rinci, sebab-sebab kemulian manusia itu adalah :
a. Bahwa
manusia tidak berasal dari jenis hewan sebagaimana dikatakan dalam
teori evolusi, melainkan berasal dari Adam yang diciptakan dari tanah.
b. Dibandingkan
dengan makhluk lain, manusia memiliki bentuk fisik yang lebih baik,
sekalipun ini bukan perbedaan yang fundamental (Q.S at-Tin:4).
c. Manusia
mempunyai jiwa dan rohani, yang didalamnya terdapat rasio, emosi dan
konasi. Dengan akal, manusia berfikir dan berilmu, dan dengan ilmu
manusia menjadi maju. Bahkan dengan ilmu manusia menjadi lebih mulia
daripada jin dan malaikat, sehingga mereka diminta oleh Allah untuk
sujud, menghormati kepada manusia, yakni Adam a.s (Q.S al-Baqarah:
31-34).
d. Untuk
mencapai kemulian martabat manusia tersebut, manusia perlu berusaha
sepanjang hidupnya melawan hawa nafsunya sendiri yang mendorong pada
kejahatan. Hal ini berbeda dengan binatang yang hanya hidup hanya
menuruti insting nafsunya karena tidak mempunyai akal, dan malaikat yang
selalu berbuat baik secara otomatis karena tidak memiliki hawa nafsu.
e. Manusia
diangkat oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi dengan tugas menjadi
penguasa yang mengelola dan memakmurkan bumi beserta isinya dengan
sebaikbaiknya (Q. S al-Baqarah : 30) Diciptakannya segala sesuatu di
muka bumi ini oleh Allah adalah untuk kepentingan manusia itu sendiri
(Q.S al-Baqarah: 29)
f. Manusia
diberi beban untuk beragama (Islam) sebagai pedoman dalam melaksanakan
tugas kekhalifaannya. Karenanya, manusia akan diminta pertanggung
jawaban atas pelaksanaan tugasnya tersebut (Q.S al-Qiyamah: 36).
2.2 Keistimewaan manusia dari makhluk lain
Manusia
pada hakekatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu memiliki
hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung
oleh pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak
pada dimensi pengetahuan, kesadaran dan keunggulan yang dimiliki manusia
dibanding dengan makhluk lain.
Manusia
sebagai salah satu makhluk yang hidup di muka bumi merupakan makhluk
yang memiliki karakter paling unik. Manusia secara fisik tidak begitu
berbeda dengan binatang sehingga para pemikir menyamakan dengan
binatang. Letak perbedaan yang paling utama antara manusia dengan
makhluk lainnya adalah dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan.
Kebudayaan hanya manusia saja yang memilikinya, sedangkan binatang hanya
memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinktif.
Dibanding
dengan makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Kelebihan itu
membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah
kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimana pun, baik di darat,
di laut, maupun di udara. Sedangkan binatang hanya mampu bergerak di
ruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak di darat dan di
laut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampui
manusia. Mengenai kelebihan manusia atau makhluk lain dijelaskan dalam
Al-Quran surah Al-Isra ayat 70: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri
mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.”
Diantara karakteristik manusia adalah:
1. Aspek Kreasi
2. Aspek Ilmu
3. Aspek Kehendak
4. Pengarahan Akhlak
Selain
itu Al Ghazali juga mengemukakan pembuktian dengan kenyataan faktual
dan kesederhanaan langsung, yang kelihatannya tidak berbeda dengan
argumen-argumen yang dibuat oleh Ibnu Sina (wafat 1037) untuk tujuan
yang sama, melalui pembuktian dengan kenyataan faktual. Al Ghazaly
memperlihatkan bahwa, diantara makhluk-makhluk hidup terdapat
perbedaan-perbedaan yang menunjukkan tingkat kemampuan masing-masing.
Keistimewaan makhluk hidup dari benda mati adalah sifat geraknya. Benda
mati mempunyai gerak monoton dan didasari oleh prinsip alam. Sedangkan
tumbuhan makhluk hidup yang paling rendah tingkatannya, selain mempunyai
gerak yang monoton, juga mempunyai kemampuan bergerak secara
bervariasi. Prinsip tersebut disebut jiwa vegetatif.
2.3 Jenis manusia dalam al Qur’an
Manusia
dalam kitab suci Al-Qur’an disebut dengan lima macam istilah: basyar,
Bani Adam, ins, nas dan insan. Dalam berbagai kamus dan Kitab Tafsir
Al-Qur’an, istilah-istilah tersebut sering dianggap sama. Tetapi bila
diperhatikan secara seksama, terutama dalam siyak Qur’aninya, akan
terlihat bahwa masing-masing memiliki makna konotatif yang berbeda satu
sama lain.
Basyar dan Bani Adam
Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 35 kali, 25 di antaranya berkaitan dengan sifat-sifat manusiawi (basyari)
yang dimiliki oleh para nabi dan rasul serta umat mereka. Dua di
antara sifat-sifat tersebut yang secara eksplisit disebut dalam
Al-Qur’an adalah makan makanan dan berjalan di pasar-pasar.[1] Selain itu juga disebut tentang kejadiannya dari tanah liat yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk.[2] Dan ini berbeda dengan kejadian jin yang dicipta dari api yang sangat panas.
[3]Dengan
demikian kata basyar itu digunakan oleh Al-Qur’an sebagai nama jenis
makhluk atau species, menurut istilah Biologi, yang memiliki sifat-sifat
biologik yang berbeda dengan jin. Karena itu para nabi dan rasul serta
umat mereka masing-masing adalah manusia biasa (basyar), bukan Manusia
luar biasa(superhuman), jin, atau punmalaikat. Lantas, termasuk
species manakah manusia yang disebut basyar dalam Al-Qur’an itu?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut perlu dikemukakan lebih dahulu
bahwa menurut Al-Qur’an,[4] basyar itu
adalah makhluk yang dicipta dari tanah lihat yang berasal dari lumpur
hitam yang diberi bentuk, dan kemudian disempurnakan oleh Allah dengan
meniupkan ruh-Nya kepadanya. Setelah itu Allah menyuruh para malaikat
untuk bersujud kepadanya, dan semuanya mematuhi perintah itu kecuali
iblis, karena dia merasa tidak sepantasnya menyembah makhluk yang
dicipta dari bahan baku yang lebih hina. Dan itulah basyar pertama yang
dicipta oleh Allah.
Kisah tentang basyar pertama
yang diungkapkan dalam Al-Qur’an Surat 15:27-33 ini ternyata sejalan
dengan kisah yang diungkapkan dalam Al-Qur’an Surat 2:30-34, di mana
Allah menggunakan sebutan Adam dan sebutan fungsionalnya, khalifah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa basyar pertama itu tidak lain
adalah Adam yang mengemban tugas khilafah di muka bumi. Oleh karena itu
pendapat orang yang mengatakan bahwa Adam adalah Abul-Basyar (bapak umat manusia) ada benarnya juga.
Dalam kaitannya dengan pertanyaan di atas, perlu dijelaskan bahwa Al-Qur’an[5].
juga memakai istilah Bani Adam, yang berarti anak cucu atau keturunan
Adam, untuk menyebut manusia setelah Adam, termasuk umat Muhammad saw.
Bila para ahli Biologi menyebut manusia sekarang termasuk species Homo Sapiens,
berarti Adam atau basyar pertama itu adalah homo sapiens pertama, bukan
species Homo Neanderthalensis, Homo Erectus, Homo Cromagnon, atau
Homo-homo lain sebelumnya. Dalam kaitan ini ada baiknya disimak firman
Allah dalam Al-Qur’an Surat 2:30 yang artinya sbb.:
Ingatlah
ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Para malaikat berkata,
“Mengapa Engkau akan menjadikan [khalifah] yang akan membikin kerusakan
dan pertumpahan darah di sana, padahal kami senantiasa bertasbih,
bertahmid dan bertaqdis terhadap-Mu?” Allah berfirman, “Aku lebih tahu
apa yang tidak kamu ketahui.” Dari satu sisi bisa dikatakan bahwa dialog
antara Allah swt. dan para malaikat dalam ayat tersebut tidak mungkin
terjadi karena menurut Al-Qur’an (QS. 66:6) para malaikat tidak mungkin
membantah atau memprotes rencana Allah swt. atau berbuat ma‘siyat
terhadap-Nya. Mereka senantiasa melaksanakan apa saja yang disuruh-Nya.
Karena itu kisah tersebut merupakan kisah “legendaris atau dongeng” (qissah usturiyyah)
yang merupakan salah satu uslub Qur’ani untuk lebih mempertegas
maknanya, bahwa khalifah yang dimaksud bukanlah yang akan membikin
kerusakan dan pertumpahan darah sebagaimana diduga oleh para malaikat
itu.
Firman Allah di akhir ayat tersebut, secara a contrario,
justeru menegaskan bahwa khalifah itu akan membangun bumi dan akan
melenyapkan pertumpahan darah dalam segala bentuknya; dan itulah amanat
Allah yang diberikan-Nya kepada khalifah-Nya itu. Dari sisi lain dapat
diambil kesimpulan lain, dengan mengingat sifat lain yang dimiliki para
malaikat bahwa mereka tidak mungkin mengatakan sesuatu di luar
pengetahuan dan ilmu yang diterimanya dari Allah (QS. 2:32), bahwa
rupanya para malaikat pernah melihat makhluk lain sebelum Adam yang
justeru membikin kerusakan dan menimbulkan pertumpahan darah. Bila
kesimpulan ini benar, berarti secara implisit Al-Qur’an mengakui adanya
makhluk-makhluk lain yang mirip dengan Adam sebelum Adam dicipta-Nya.
Atau dengan perkataan lain bahwa species Homo Erectus, Homo
Neanderthalensis, Homo Cromagnon dan lain-lainnya yang ada sebelum
species Homo Sapiens diakui adanya oleh Al-Qur’an walaupun semuanya itu
secara kualitatif tidak sama dengan Adam atau Homo Sapiens pertama
itu.
Ins, Nas dan Insan Selain basyar dan Bani Adam, Al-Qur’an juga menggunakan istilah-istilah ins dan nas. Kata ins senantiasa disebut secara berurutan dengan kata jin sebanyak 19 kali dalam 18 ayat, 14 di antaranya termasuk ayat-ayat Makkiyyah dan 4 lainnya adalah ayat-ayat Madaniyyah. Sedangkan kata nas disebut dalam Al-Qur’an sekitar 240 kali. Menurut ‘A’isyah binti Syati’ dalam bukunya,[6] kata ins menunjukkan sifat manusia yang tidak liar dan ganas, sedangkan kata jin berarti tersembunyi, penuh misteri, liar, mengerikan dan sekaligus ganas. Dengan demikian kata ins menunjukkan perbedaan manusia dalam penampilannya dengan jin: manusia adalah makhluk yang tampak dan tidak menakutkan sedangkan jin adalah makhluk yang tidak tampak (ghaib) yang mengerikan. Dengan perkataan lain kata ins juga menunjukkan sifat dari basyar dan Bani Adam. Binti Syati’ juga menyatakan bahwa kata ins dan insan, yang kedua-duanya berasal dari huruf-huruf alif, nun dan sin, mempunyai pengertian yang sama sebagai makhluk biologik yang berbeda dengan jin yang liar atau dengan binatang. Namun sepanjang keterangan Al-Qur’an, antara ins dan hayawan (binatang) terdapat kesamaan-kesamaan disamping perbedaan-perbedaan. Adapun kata nas, menurut Binti Syati’, juga mempunyai pengertian yang sama dengan Bani Adam, sebagai nama jenis atau species.[7] Ini berarti bahwa manusia yang disebut nas atau Bani Adam itu tidak berbeda satu sama lain: mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan dan bersuku-suku sehingga satu sama lain dapat saling kenal-mengenal. Perbedaannya hanyalah pada ketaqwaan mereka terhadap Allah swt.[8]
Sampai di sini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya istilah-istilah basyar, Bani Adam, ins dan nas yang digunakan dalam Al-Qur’an lebih menekankan pada eksistensi manusia sebagai makhluk biologik dengan ciri-ciri basyariyyah-nya. Atau dengan perkataan lain, keempat kata tersebut lebih menampilkan manusia sebagai objek, berbeda dengan istilah insan yang akan diuraikan lebih lanjut di bawah ini.
Ins, Nas dan Insan Selain basyar dan Bani Adam, Al-Qur’an juga menggunakan istilah-istilah ins dan nas. Kata ins senantiasa disebut secara berurutan dengan kata jin sebanyak 19 kali dalam 18 ayat, 14 di antaranya termasuk ayat-ayat Makkiyyah dan 4 lainnya adalah ayat-ayat Madaniyyah. Sedangkan kata nas disebut dalam Al-Qur’an sekitar 240 kali. Menurut ‘A’isyah binti Syati’ dalam bukunya,[6] kata ins menunjukkan sifat manusia yang tidak liar dan ganas, sedangkan kata jin berarti tersembunyi, penuh misteri, liar, mengerikan dan sekaligus ganas. Dengan demikian kata ins menunjukkan perbedaan manusia dalam penampilannya dengan jin: manusia adalah makhluk yang tampak dan tidak menakutkan sedangkan jin adalah makhluk yang tidak tampak (ghaib) yang mengerikan. Dengan perkataan lain kata ins juga menunjukkan sifat dari basyar dan Bani Adam. Binti Syati’ juga menyatakan bahwa kata ins dan insan, yang kedua-duanya berasal dari huruf-huruf alif, nun dan sin, mempunyai pengertian yang sama sebagai makhluk biologik yang berbeda dengan jin yang liar atau dengan binatang. Namun sepanjang keterangan Al-Qur’an, antara ins dan hayawan (binatang) terdapat kesamaan-kesamaan disamping perbedaan-perbedaan. Adapun kata nas, menurut Binti Syati’, juga mempunyai pengertian yang sama dengan Bani Adam, sebagai nama jenis atau species.[7] Ini berarti bahwa manusia yang disebut nas atau Bani Adam itu tidak berbeda satu sama lain: mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan dan bersuku-suku sehingga satu sama lain dapat saling kenal-mengenal. Perbedaannya hanyalah pada ketaqwaan mereka terhadap Allah swt.[8]
Sampai di sini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya istilah-istilah basyar, Bani Adam, ins dan nas yang digunakan dalam Al-Qur’an lebih menekankan pada eksistensi manusia sebagai makhluk biologik dengan ciri-ciri basyariyyah-nya. Atau dengan perkataan lain, keempat kata tersebut lebih menampilkan manusia sebagai objek, berbeda dengan istilah insan yang akan diuraikan lebih lanjut di bawah ini.
Insan Kata insan disebut
dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali dan bila disimak secara cermat, dari
segi siyaknya, terlihat bahwa ia memiliki makna yang berbeda dengan
keempat istilah yang telah disebut sebelumnya.
Memang ada keterkaitan antara manusia sebagai basyar dan manusia sebagai insan sepanjang keterangan Al-Qur’an. Sebagai bukti dapat dikemukakan dua buah ayat Al-Qur’an dalam surat 15:26 dan 28 yang sama-sama menyatakan bahwa manusia dicipta dari tanah liat yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Ayat 26 menggunakan istilah insan sedangkan ayat 28 menggunakan istilah basyar. Bukti lain terdapat dalam Al-Qur’an Surat 25:54 dan Surat 32:7 dan 8. Pada surat 25:54 dinyatakan bahwa manusia (basyar) dicipta dari air, sedangkan pada surat 32:7-8 dinyatakan bahwa keturunan manusia (insan) dicipta dari saripati air yang hina. Ini berarti bahwa insan itu juga basyar, tetapi dalam kata insan itu terkandung makna yang lebih esensial dan signifikan, yaitu manusia yang berpribadi, yang karenanya dia mampu mengemban khilafah atau amanat Allah di muka bumi. Dengan perkataan lain, insan adalah manusia sebagai subjek, bukan sebagai objek sebagaimana dinyatakan dalam keempat istilah yang disebut sebelumnya.
Memang ada keterkaitan antara manusia sebagai basyar dan manusia sebagai insan sepanjang keterangan Al-Qur’an. Sebagai bukti dapat dikemukakan dua buah ayat Al-Qur’an dalam surat 15:26 dan 28 yang sama-sama menyatakan bahwa manusia dicipta dari tanah liat yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Ayat 26 menggunakan istilah insan sedangkan ayat 28 menggunakan istilah basyar. Bukti lain terdapat dalam Al-Qur’an Surat 25:54 dan Surat 32:7 dan 8. Pada surat 25:54 dinyatakan bahwa manusia (basyar) dicipta dari air, sedangkan pada surat 32:7-8 dinyatakan bahwa keturunan manusia (insan) dicipta dari saripati air yang hina. Ini berarti bahwa insan itu juga basyar, tetapi dalam kata insan itu terkandung makna yang lebih esensial dan signifikan, yaitu manusia yang berpribadi, yang karenanya dia mampu mengemban khilafah atau amanat Allah di muka bumi. Dengan perkataan lain, insan adalah manusia sebagai subjek, bukan sebagai objek sebagaimana dinyatakan dalam keempat istilah yang disebut sebelumnya.
Untuk mengenali ciri-ciri kemanusiaan (insaniyyah)
manusia yang disebut insan ini barangkali bisa disimak firman Allah
dalam Al-Qur’an Surat 96:1-8 sebagai berikut: Bacalah dengan nama
tuhanmu yang telah mencipta. Mencipta manusia dari `alaq. Bacalah dan
tuhanmu Maha Mulia. Yang telah mengajar dengan perantaraan kalam.
Mengajar manusia apa yang belum diketahuinya. Tetapi ketahuilah, manusia
itu cenderung membangkang. [Lantaran] manusia menganggap dirinya serba
kecukupan [dan tidak memerlukan bantuan]. [Padahal] kepada tuhanmulah
kamu akan kembali.
Pada
ayat-ayat tersebut kata insan diulang sebanyak tiga kali. Pertama,
pada ayat 2 dengan menekankan pada asal-usul kejadiannya, yaitu ‘alaq atau
embryo yang menempel [pada rahim wanita]. Kedua, pada ayat 5 dengan
menekankan keistimewaannya karena menerima ilmu dari Allah swt. Dan
ketiga, pada ayat 6 dengan peringatan bahwa manusia itu cenderung
membangkang karena merasa dirinya tidak memerlukan bantuan dari siapa
pun, termasuk dari Allah swt., penciptanya, padahal kepada-Nya jualah
dia akan kembali. Dari siyak ayat-ayat tersebut kiranya dapat
disimpulkan bahwa manusia yang disebut insan itu seharusnya menyadari
bahwa dirinya adalah makhluk Allah, bahwa ilmu serta kemampuan yang
dimilikinya bersumber kepada Allah, dan dia pada akhirnya akan kembali
kepada Allah juga. Kesadaran itulah yang merupakan ciri-ciri insaniyyah
manusia yang disebut insan itu. Bila salah satu di antara
kesadaran-kesadaran itu hilang, berarti hilang pulalah insaniyyah-nya.
Menurut Al-Qur’an,[9] insan itu
dicipta Allah dalam kondisi yang paling baik, tetapi karena
kecenderungannya untuk membangkang dan sombong, Allah secara
berangsur-angsur mencampakkannya ke dalam kondisi yang paling buruk,
kecuali bila mereka beriman dan beramal saleh. Posisi dan fungsi iman
dan amal saleh – yang juga dikenal sebagai `aqidah dan syari‘ah – itu
ternyata begitu penting sehingga dalam Al-Qur’an kedua kata tersebut
disebut secara berurutan sebanyak 83 kali. Menurut pendapat Mahmud
Syaltut dalam bukunya,[10] penyebutan
secara berurutan sebanyak itu menunjukkan bahwa orang beriman yang
mengabaikan syari‘ah [amal saleh] atau mengamalkan syari`ah [amal saleh]
tetapi tidak beriman, di mata Allah, sama sekali bukan Muslim.
2.4 Tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat Allah, yang harus dipertanggung
jawabkan
di hadapanNya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah
tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi
untuk mengelola dan
memelihara
alam. Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan.
Manusia menjadi khalifah berarti manusia memperoleh mandat Tuhan untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada
manusia bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya mengolah serta
mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah.
Agar
manusia dapat menjalankan kekhaliannya dengan baik, Allah mengajarkan
kepada manusia kebenaran dalam segala ciptaan Allah melalui pemahaman
serta pengusaan terhadap hukum-hukum yang terkandung dalam ciptaan
Allah, manusia dapat menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa
membentuk sesuatu yang baru dalam alam kebudayaan.
Di
samping peran manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi memiliki
kebebasan, ia juga sebagai hamba Allah (‘abdun). Seorang hamba Allah
harus taat dan patuh kepada perintah Allah. Makna yang esensial dari
kata ’abdun (hamba) adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan, yang
kesemuanya hanya layak diberikan kepada Allah yang dicerminkan dalam
ketaatan, kepatuhan dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan.
Di dalam Ensiklopedi Islam untuk Pelajar (2005: 79), menurut ulama ada terdapat empat macam hamba, yaitu :
1. Hamba karena hukum, yakni budak
2. Hamba karena pencipataan, yaitu manusia dan seluruh makhluk hidup
3. Hamba karena pengabdian kepada Allah, yaitu manusia yang beriman kepada Allah dengan ikhlas
4. Hamba karena memburu dunia, yaitu manusia yang selalu memburu kesenangan duniawi dan melupakan ibadah kepada Allah.
Manusia sebagai hamba Allah (‘abd) adalah
makhluk yang dimuliakan oleh Allah. kemulian manusia dibanding dengan
makhluk lainnya adalah karena manusia dikaruniai akal untuk berfikir dan
menimbang baik-buruk, benar-salah, juga terpuji-tercela, sedangkan
makhluk lainnya tidaklah memperoleh kelebihan seperti halnya yang ada
pada manusia.
Namun,
walaupun manusia memiliki kelebihan dan kemulian itu tidaklah bersifat
abadi, tergantung pada sikap dan perbuatannya. Jika manusia memiliki
amal saleh dan berakhlak mahmuda (yang baik), maka akan dipandang mulia
disisi Allah dan manusia yang lain, tapi jika sebaliknya, manusia
tersebut membuat kerusakan dan berakhlak mazmumah (yang jahat), maka
predikat kemuliannya turun ke tingkat yang paling rendah dan bahkan
lebih rendah dari hewan. Dua peran yang diemban oleh manusia di muka
bumi sebagai khalifah dan ‘abdun merupakan keterpaduan tugas dan
tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup yang sarat dengan
kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak pada nilai-nilai
kebenaran.pertemuan ke 2
2.1. Pengertian Agama
Secara etimologis kata agama berasal dari bahasa sanskerta. Kata ini tersusun dari kata A dan Gama. A
yang berarti tidak dan sedangkan Gama berarti berjalan atau berubah.
Jadi agama berarti tidak berubah. Demikian juga menurut H. Muh. Said.
sejalan pendapat itu Harun Nasution juga mengemukakan, bahwa agama
berasal dari bahasa Sanskrit. Menurutnya,
satu pendapay mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata yaitu A =
tidak, dan Gama = Pergi. Dengan demikian agama berarti tidak pergi
atau tetap di tempatnya.
K.H.
Taib Abdul Muin, juga memeberi pendapat bahwa kata agama berasal dari
bahasa sanskerta, yang mana A berarti tidak, dan Gama berarti kocar
kacir. Jadi agama berarti tidak kocar kacir, dalam artian agama itu teratur.
Sementara
itu K.H. Zainal Arifin Abbas dan Sidi Gazalba , berpendapat bahwa
istilah agama dan religi serta Al Din itu berbeda-beda antara satu dan
lainnya. Masing-masing mempunyai pengertian sendiri. Lebih jauh lagi,
Gazalba menjelaskan bahwa Al-din lebih luas pengertian nya dari pada
pengertian agama dan religi. Agama
dan religi hanya berisi ajaran yang menyangkut aspek hubungan antara
manusia dan tuhan saja. Sedangkan al-din berisi dan memuat ajaran yang
mencakup aspek hubungan antara manusia dan tuhan dan hubungan sesama
manusia.
Sedangkan
secara istilah pengertian agama, tidak ada pengertian agama itu yang
benar benar memuaskan, oleh karena keragama agama itu sendiri.
Sehubungan dengan itu pengertian yang akan dibentangakan berikut ini
adalah beberapa pendapat dari pakar yang sudah barang tentu menurut
sudut pandang mereka masing-masing. Beberapa defenisi pengertian agama yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Frazer berpendapat
bahwa agama adalah sebagai perdamain atu tindakan mendamaikan dari
kuasa-kuasa atas kepada manusia yang mana dipercayai mengatur dan
mengonrol alam raya dan kehidupan manusia.
Kemudian
Malfijt mengemukakan bahwa agama adalah system interaksi kepercayaan
dan perbuatan yang didasarkan atas adapt-istiadat (kebudayaan) suatu
masarakat yang secara bersama-sama percaya kepada kuasa supernatural
yang suci.
Sementara
itu Taib Thahir Abdul Mu’in mengemukakan pengertian agama sebagai suatu
peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang memepunyai akal
untuk dengan kehendak dan pilihannya sendidri mengikuti peraturan
tersebut, guna mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat.
Dari
pendapat diatas dapat di simpilkan bahwa Agama adalah sebuah ajaran
atau sistem yang mengatur tata cara peribadatan kepada Tuhan dan
hubungan antar manusia ( Hablum minallah, Hablum minannas dan
Hablumminal `alam ).
2.2 Macam – Macam Agama
Macam macam agama itu terbagi menjadi dua yaitu :
1) . Agama Samawi
Adalah agama yang turun dari langit seperti Agama Islam.
a. Agama Islam
Islam
(Arab: al-islām,: "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang
mengimani satu Tuhan, yaitu Allah SWT. Agama ini termasuk agama Samawi
(agama-agama yang dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan dari
langit) dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim. Kata Islam merupakan
penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan didapat
dari tata bahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima,
menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari
dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini
dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari
politheisme.
Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua kalimah shahādatāin ("dua kalimat persaksian"), yaitu "Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah" — yang berarti "Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah". Adapun bila seseorang meyakini dan kemudian mengucapkan dua kalimat persaksian ini, berarti ia sudah dapat dianggap sebagai seorang Muslim atau mualaf (orang yang baru masuk Islam dari kepercayaan lamanya).
Kaum Muslim percaya bahwa Allah mewahyukan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW, Penutup segala Nabi Allah (khataman-nabiyyin), dan menganggap bahwa al-Qur'an dan Sunnah (kata dan amalan Nabi Muhammad SAW) sebagai sumber fundamental Islam. Umat Islam juga meyakini Al-Qur'an sebagai kitab suci dan pedoman hidup mereka yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara Malaikat Jibril yang sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya (QS al-Baqarah:2). Allah juga telah berjanji akan menjaga keotentikan Al-Qur'an hingga akhir zaman.
Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua kalimah shahādatāin ("dua kalimat persaksian"), yaitu "Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah" — yang berarti "Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah". Adapun bila seseorang meyakini dan kemudian mengucapkan dua kalimat persaksian ini, berarti ia sudah dapat dianggap sebagai seorang Muslim atau mualaf (orang yang baru masuk Islam dari kepercayaan lamanya).
Kaum Muslim percaya bahwa Allah mewahyukan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW, Penutup segala Nabi Allah (khataman-nabiyyin), dan menganggap bahwa al-Qur'an dan Sunnah (kata dan amalan Nabi Muhammad SAW) sebagai sumber fundamental Islam. Umat Islam juga meyakini Al-Qur'an sebagai kitab suci dan pedoman hidup mereka yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara Malaikat Jibril yang sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya (QS al-Baqarah:2). Allah juga telah berjanji akan menjaga keotentikan Al-Qur'an hingga akhir zaman.
2) . Agama Ardhi
Adalah agama yang diciptakan oleh manusia seperti budha, hindu, konghuchu dan kristen protestan, dan kristen katolik.
a. Agama Hindu
Agama
Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma "Kebenaran Abadi"), dan
Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran"). Agama ini diperkirakan muncul
antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia
yang masih bertahan hingga kini. Agama ini merupakan agama ketiga
terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam Penganut agama Hindu
sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar
90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara
sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan
Majapahit.
Pada
masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah
masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok,
Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis -
Sidrap).
b. Agama Budha
Agama
Buddha (Bahasa Sansekerta berarti. Mereka yang Sadar, Yang mencapai
pencerahan sejati. dari perkataan Sansekerta: "Budh", untuk mengetahui)
merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka
untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan
kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama, guru
agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap "Buddha bagi waktu ini"). Dalam
penggunaan lain, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang
telah sadar.
Tiga
jenis golongan Buddha adalah: Samma-Sambuddha yang mendapat Kesadaran
penuh tanpa guru, hanya dengan usaha sendiri Pacceka-Buddha atau
Pratyeka-Buddha yang menyerupai Samma-Sambuddha, tetapi senantiasa diam
dan menyimpan pencapaian Dharma pada diri sendiri. Savaka-Buddha yang
merupakan Arahat (pengikut kesadaran), tetapi mencapai tahap Kesadaran
dengan mendengar Dhamma.
Kitap Suci agama Buddha adalah Tripitaka.
1. Vinaya Pittaka, isinya aturan-aturan sangha untuk biksu atau biksuni.
2. Sutra Pittaka, isinya tentang wacana-wacana Buddha.
3. Abhidharma Pittaka, isinya tentang penjelasan sistematis atau ilmu pengetahuan dari Buddha.
c. Agama Kong Hu Cu
Ajaran
Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam
bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao yang berarti agama dari
orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Agama
Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama
manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan
dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan
istilah "Tian" atau "Shang Di".
Berdasarkan
kitab Zhong Yong agama adalah bimbingan hidup karunia Tian/Tuhan Yang
Maha Esa (Tian Shi) agar manusia mampu membina diri hidup didalam Dao
atau Jalan Suci, yakni "hidup menegakkan Firman Tian yang mewujud
sebagai Watak Sejati, hakikat kemanusiaan". Hidup beragama berarti hidup
beriman kepada Tian dan lurus satya menegakkan firmanNya.
Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551 SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Beliau meninggal dunia pada tahun 479 SM.
Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551 SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Beliau meninggal dunia pada tahun 479 SM.
Mengangkat
Kongcu Konfusius sebagai salah satu nabi Menetapkan Litang (Gerbang
Kebajikan) sebagai tempat ibadah resmi, namun dikarenakan tidak
banyak akses ke litang, masyarakat umumnya menganggap klenteng sebagai tempat ibadah umat Khonghucu.
Menetapkan Sishu Wujing sebagai kitab suci resmi yang berisi :
1. Kitab Sanjak Suci = Shi Jing
2. Kitab Dokumen Sejarah = Shu Jing
3. Kitab Wahyu Perubahan = Yi Jing
4. Kitab Suci Kesusilaan = Li Jing
5. Kitab Chun-qiu = Chunqiu Jing
Menetapkan
tahun baru Imlek, sebagai hari raya keagamaan resmi. Kalender Imlek
terbukti di buat oleh Nabi Khongcu (Konfusius). Nabi Khongcu mengambil
sumbernya dari penangalan dinasti Xia (2200 SM) yang sudah di tata
kembali oleh Nabi Khongcu.
d. Agama Kristen Katolik
Kata
Katolik sebenarnya bermakna "universal" atau "keseluruhan" atau "umum"
(dari ajektiva Bahasa Yunani (katholikos)) yang menggambarkan sifat
gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus. Setelah Reformasi Protestan
istilah Katolik atau 'Katolisisme kemudian secara spesifik menunjuk pada
gereja Katolik Roma untuk membedakan dengan Kristen Protestan yang
dimulai oleh aksi protes Martin Luther. Di Indonesia, pemerintah
mengakui agama Kristen Protestan (Kristen) dan Kristen Katolik (Katolik)
sebagai agama yang terpisah meskipun keduanya sebenarnya merupakan
agama yang sama-sama berpusat pada Yesus Kristus, akibatnya kata Katolik
seringkali dianggap di luar/berbeda dengan Kristen. Gereja Katolik Roma
yang membawahi gereja Katolik seluruh dunia adalah sebuah gereja
Kristen yang berawal dari Yerusalem dan yang berada dalam kesatuan penuh
dengan keuskupan Romawi (penerus rasul Petrus, Paus pertama).
Gereja
Katolik mengajarkan bahwa Yesus Kristus menginstitusikan tujuh
sakramen, tidak lebih dan tidak kurang, baik menurut Kitab Suci maupun
Tradisi Suci dan sejarah Gereja. Adapun sakramen yang diakui oleh Gereja
Katolik Roma sebagai berikut: Baptis Penguatan/Krisma, Ekaristi,
Pengakuan dosa, Pengurapan orang sakit, Imamat Pernikahan Dalam ajaran
Katolik, sakramen adalah berkat penyelamatan khusus yang oleh Yesus
Kristus diwariskan kepada gereja. Santo Agustinus menyebut sakramen
sebagai "tanda kelihatan dari rahmat Allah yang tidak kelihatan".
e. Agama Kristen protestan
Protestan
adalah sebuah mazhab dalam agama Kristen. Mazhab atau denominasi ini
muncul setelah protes Martin Luther pada tahun 1517 dengan 95 dalil
nya.Kata Protestan sendiri diaplikasikan kepada umat Kristen yang
menolak ajaran maupun otoritas Gereja Katolik. Aras Gereja Protestan
Gereja Protestan di Indonesia terdiri dari beberapa aras, yakni:
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)
Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII)
Persekutuan Gereja Pentakosta Indonesia (PGPI)
Persekutuan Baptis Indonesia (PBI)
Persekutuan Gereja-Gereja Mandiri Indonesia (PGMI) Bala Keselamatan (BK)
Kitabnya adalah Al-kitab.
2.3 Sumber – Sumber Ajaran Agama Islam
Agama Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq Allah SWT (hablu minawallah)
dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum Islam atau syariat Islam atau
hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai sumber-sumber
syariat Islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari
hukum dan hukum Islam atau syariat Islam. Hukum artinya menetapkan
sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih, hukum
adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan dengan
perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat),
baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat,
penghalang, sah, batal, rukhsah (kemudahan) atau azimah.
Melalui
penjelasan singkat mengenai pengertian hukum tadi barulah kita mengerti
pengertian hukum Islam. Yang dimaksud sebagai sumber hukum Islam ialah
segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat Islam.
Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda,
“Aku
tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan
tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab
Allah (Alquran) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Al Baihaqi)
dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum Islam, setelah Alquran dan hadist.
Seluruh
hukum produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena
keterbatasan manusia dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT
mengenai kehidupan dunia dan kecenderungan untuk menyimpang, serta
menguntungkan penguasa pada saat pembuatan hukum tersebut, sedangkan
hukum Allah SWT adalah peraturan yang lengkap dan sempurna serta sejalan
dengan fitrah manusia.
Sumber
ajaran Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri
dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan
ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan
yang tidak boleh dibalik. Sumber-sumber ajaran Islam ini dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber ajaran Islam yang primer (Al
Qur’an & Al Hadist) dan sumber ajaran islam sekunder (Ijtihad).
2.4 Peran Agama Dalam Kehidupan Sehari – Hari
Agama
mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan
bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta
alam semesta sehingga peraturan yang dibuat-Nya betul-betul adil. Secara
terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari: aspek
keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan
(sosiologis), hakikat kemanusiaan (human nature), asal usulnya
(antropologis) dan moral (ethics).
Namun
apabila agama dipahami sebatas apa yang tertulis dalam teks kitab suci,
maka yang muncul adalah pandangan keagamaan yang literalis, yang
menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya serta menegasikan
perkembangan historis dan sosiologis. Sebaliknya, jika bahasa agama
dipahami bukan sekedar sebagai explanative and descriptive language,
tetapi juga syarat dengan performatif dan expresif language, maka agama
akan disikapi secara dinamis dan kontekstual sesuai dengan persoalan dan
kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia yang terus berkembang.
Setiap agama memiliki watak transformatif, berusaha menanamkan nilai
baru dan mengganti nilai-nilai agama lama yang bertentangan dengan
ajaran agama.
Dari
aspek religius, agama menyadarkan manusia, siapa penciptanya. Faktor
keimanan juga mempengaruhi karena iman adalah dasar agama. Secara
antropologis, agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, dari
mana, dan mau ke mana manusia. Dari segi sosiologis, agama berusaha
mengubah berbagai bentuk kegelapan, kebodohan, kemiskinan dan
keterbelakangan. Agama juga menghubungkan masalah ritual ibadah dengan
masalah sosial. Secara psikologis, agama bisa menenteramkan,
menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara
moral, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan
mendorong manusia berperilaku baik (akhlaq mahmudah).
Fungsi
agama juga sebagai pencapai tujuan luhur manusia di dunia ini, yaitu
cita-cita manusia untuk mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin. Dalam
Al-Quran surat Thoha ayat 117-119 disebutkan:
”Maka
kami berkata: “Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu
dan bagi istrimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu
berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya
kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan
Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa
panas matahari di dalamnya”.
Pada
ranah yang lebih umum fungsi agama dalam kehidupan masyarakat adalah
sebagai penguat solidaritas masyarakat. Seperti yang diungkapkan Emile
Durkheim sebagai sosiolog besar, bahwa sarana-sarana keagamaan adalah
lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang
dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap
anggotanya, dan fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa
solidaritas dan kewajiban sosial.
Dari
segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama adalah disebabkan oleh
fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga
kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai
dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah ini:
1. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama
dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia senantiasa
memberi penerangan kepada dunia (secara keseluruhan), dan juga kedudukan
manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit
dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit penerangan daripada
falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia
adalah ciptaan Allah dan setiap manusia harus menaati Allah.
2. Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sebagian
pertanyaan yang senantiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan
yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan
kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi
kebanyakan manusia, pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu
untuk menjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab
soalan-soalan ini.
3. Memainkan fungsi peranan sosial.
Agama
merupakan satu faktor dalam pembentukan kelompok manusia. Ini adalah
karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang
sama, melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
4. Memberi rasa emitraan kepada sesuatu kelompok manusia.
Kebanyakan
agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama
sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan
oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan
sosial.
KESIMPULAN
Secara etimologis kata agama berasal dari bahasa sanskerta. Kata ini tersusun dari kata A dan Gama. A yang berarti tidak dan sedangkan Gama berarti berjalan atau berubah. Jadi agama berarti tidak berubah. Sedangkan
secara istilah pengertian agama, tidak ada pengertian agama itu yang
benar benar memuaskan, oleh karena keragama agama itu sendiri.
Agama yang ada di dunia ada dua jenis yaitu:
1. Agama Samawi
Adalah agama yang turun dari langit seperti Agama islam
2. Agama Ardhi
Adalah agama yang diciptakan oleh manusia seperti budha, hindu, konghuchu, kristen protestan,dan kristen katolik.
Sumber
ajaran Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri
dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan
ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan
yang tidak boleh dibalik.
Sumber
ajaran Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri
dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan
ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan
yang tidak boleh dibalik.
a. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
b. Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
c. Memainkan fungsi peranan sosial.
d. Memberi rasa emitraan kepada sesuatu kelompok manusia.
Kebanyakan
agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama
sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan
oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan
sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar